Tiga negara yang menguasai 52% hutan hujan tropis dunia–Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo–meluncurkan kemitraan baru dalam pengelolaan hutan pada acara COP27 di Sharm el Sheikh.
Peluncuran kemitraan bertajuk ‘Hutan Tropis untuk Iklim dan Manusia’ ini dilakukan pada hari kedua COP27 di Paviliun Indonesia bertepatan dengan agenda High Level Segment. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ketiga negara tersebut merupakan pemilik hutan tropis terbesar di dunia termasuk gambut dan mangrove.
Oleh karena itu, penting bagi ketiga negara ini untuk memperkuat aliansi strategis guna meningkatkan pengaruhnya dalam negosiasi perubahan iklim di tingkat global.
“Kami berkomitmen untuk melindungi dan memulihkan hutan tropis yang merupakan aset kritis sekaligus menjamin kesejahteraan masyarakat,” ujarnya melalui sambungan video saat peluncuran.
Luhut mengatakan Indonesia memiliki modal untuk menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon. Dikatakannya, potensi karbon biru Indonesia dari ekosistem laut sangat mumpuni. Indonesia, misalnya, memiliki 3,3 juta hektar hutan mangrove, yang merupakan 23% dari luas mangrove dunia.
“Hutan mangrove dianggap paling efektif dalam menyimpan dan menyerap karbon. Mangrove memiliki potensi besar untuk skema perdagangan karbon,” katanya.
Luhut pun mengundang perwakilan dari DRC dan Brazil untuk bertemu langsung pada 14 November, sebelum KTT G20 dimulai.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup Brasil, Marcus Paranagua mengatakan, kesepakatan ini sebenarnya sudah dimulai sejak COP26 pada November 2021 di Glasgow. Hari ini, ketiga negara mengumumkan kesepakatan tersebut meski masih menunggu beberapa hal sebelum resmi.
“Pemilik hutan hujan tropis harus menjadi pemimpin negosiasi terkait perdagangan karbon dan restorasi di tingkat internasional,” kata Paranagua, saat peluncuran aliansi tersebut.