Kementerian ESDM meyakini skema distribusi tenaga listrik yang diajukan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) dapat berdampak positif bagi keberlangsungan bisnis PLN melalui penyewaan jaringan untuk mendistribusikan tenaga listrik dari pembangkit EBT kepada perusahaan yang Membutuhkannya. .
Kebutuhan pasokan listrik bersih semakin meningkat seiring dengan tren pasar yang semakin hanya menampung komoditas yang diproduksi menggunakan listrik EBT, gelombang khusus untuk pasar komoditas Eropa.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, adanya power wheeling bisa menjadi peluang baru bagi PLN untuk mendapatkan keuntungan dari bisnis EBT melalui sewa jaringan listrik.
Power wheeling adalah mekanisme yang dapat memfasilitasi transfer listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi PLN secara langsung. Mekanisme ini menggunakan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.
“Ini sebenarnya urusan PLN karena mereka menguasai jaringan. Tapi itu menurut kami karena di luar juga ada perspektif lain,” ujar Rida saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (4/11).
Lebih lanjut, kata Rida, adanya power wheeling juga berpotensi memberikan dampak berupa peningkatan beban PLN dari biaya pemeliharaan. “Biaya perawatan jelas ada kenaikan, tapi ada fee. Cuma perlu dihitung,” kata Rida.
RUU EBET sebenarnya ditargetkan terbit sebelum KTT G20 di Bali pada November mendatang. Namun, hingga saat ini Kementerian ESDM belum menyerahkan Daftar Inventarisasi (DIM) bermasalah ke DPR.
Hal itu karena masih ada persoalan problematika, yakni terkait skema distribusi listrik. Plt Dirjen Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana mengatakan, langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memasukkan skema distribusi listrik mendapat catatan khusus dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Pemerintah memiliki usulan untuk memasukkan isu power wheeling dalam RUU EBT, saat ini belum mendapat persetujuan pemerintah dari Kementerian Keuangan yang masih melihat kemungkinan ada kerugiannya,” kata Dadan saat ditemui dalam acara tersebut. . Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Jumat (21/10).
Lebih lanjut, kata Dadan, Kementerian Keuangan menilai penerapan power wheeling tidak sejalan dengan situasi PLN yang saat ini mengalami kelebihan pasokan listrik.
Di sisi lain, Kementerian ESDM menilai, keadaan kelebihan pasokan listrik tidak ada hubungannya dengan penerapan power wheeling. Pasalnya, kelebihan listrik saat ini berasal dari pembangkit-pembangkit yang sudah ada yang didominasi pembangkit berbahan bakar batu bara, sedangkan listrik roda-roda hanya berasal dari sumber energi terbarukan.
“Menurut Kementerian Keuangan kita masih ada kelebihan pasokan listrik, itu dianggap tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Walaupun Kementerian ESDM memandang berbeda, bagi kita tidak ada hubungannya dengan kelebihan pasokan dan distribusi listrik. “kata dadan.
Saat ini PLN mengalami surplus listrik yang besar karena penambahan pasokan tidak dibarengi dengan peningkatan konsumsi. Di Jawa tahun depan ada 6.800 megawatt (MW) atau 6,8 gigawatt (GW), sedangkan tambahan kebutuhan hanya 800 MW.
Situasi yang sama juga terjadi di Pulau Sumatera yang akan mengalami peningkatan kapasitas sebesar 5 GW dalam tiga tahun mendatang hingga tahun 2025. Sedangkan penambahan kebutuhan listrik hanya sebesar 1,5 GW. Kejadian serupa juga terjadi di Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.