PLN menyatakan penyaluran listrik ramah lingkungan melalui penjualan Renewable Energy Certificate (EBT) atau Sertifikat Energi Terbarukan (REC) mencapai 1,7 juta megawatt jam (MWh) selama 2022. Angka ini meningkat lebih dari lima kali lipat dibandingkan tahun 2021 yang hanya disalurkan 308 ribu MWh
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, REC PLN bisa menjadi pilihan untuk menyediakan EBT bagi perusahaan dan konsumen yang membutuhkan pengakuan penggunaan energi bersih.
“REC merupakan salah satu inovasi green product PLN untuk memudahkan pelanggan mendapatkan pengakuan atas penggunaan EBT yang diakui secara internasional,” kata Darmawan dalam siaran pers, Jumat (20/1).
Perseroan juga mencatat penyaluran REC kepada 272 pelanggan bisnis dan industri hingga akhir tahun 2022. Beberapa di antaranya adalah Astra Otoparts Group, PT Merck, PT Johnson Home, PT Bangun Maju Lestari dan PT Asuransi Astra Buana.
Selain itu, ada juga Nike, H&M, Toyota, Uniqlo, Cheil Jedang Indonesia, Air Liquide Indonesia, dan HM Sampoerna. Lokasi tertentu, seperti lima Istana Kepresidenan dan Istana Cagar Budaya Mangkunegaran, juga menjadi pengguna PLN REC.
Dalam menerbitkan REC yang didistribusikan ke pelanggan, PLN bekerjasama dengan TIGRs APX sebagai lembaga internasional yang melakukan verifikasi international tracking system di California, USA.
Sejauh ini pembangkit energi hijau milik PLN yang terdaftar di APX adalah PLTP Kamojang 140 MW untuk sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali, PLTP Lahendong 80 MW dan PLTA Bakaru 130 MW untuk sistem kelistrikan Sulawesi dan PLTP Ulubelu 110 MW yang masuk dalam sistem kelistrikan Sumatera .
“Dalam waktu dekat, PLN akan mendaftarkan pembangkit lain dengan jenis EBT yang berbeda. Kapasitas ini akan terus ditingkatkan seiring dengan pertumbuhan permintaan REC, mengingat PLN memiliki potensi sumber daya EBT yang sangat besar,” ujar Darmawan. .
Harga listrik bersih hanya Rp 30 per kWh lebih mahal
Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono menjelaskan, harga yang ditetapkan perseroan untuk pembelian REC adalah Rp 30 per kilowatt hour (kWh). Dengan menjadi pelanggan listrik REK, tarif listrik pengguna akan dinaikkan sebesar Rp 30 kWh.
“Jadi REC-nya di atas tarif normal. Misalnya tarif awal Rp 1.400, kemudian tambahan Rp 30 per kWh. Itu saja,” kata Warsono ditemui di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Senin (19/12). ).
Dia mengatakan, lonjakan permintaan sertifikat EBT didominasi oleh perusahaan yang berada di kawasan industri yang umumnya memproduksi komoditas untuk pasar ekspor. Selain itu, lonjakan permintaan REK didasarkan pada tren bisnis global yang hanya mau menerima komoditas yang berasal dari produksi listrik bersih.
Melalui REC, pelanggan juga mendapatkan pengakuan untuk menggunakan listrik EBT. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur pembangkit listrik energi bersih. “REC PLN Rp 30 per kWh, jadi cukup murah dan banyak peminat terutama dari industri yang menggunakannya,” kata Warsono.