Pertamina menargetkan penurunan emisi karbondioksida (CO2) hingga 81,4 juta ton pada 2060. Hal itu dilakukan untuk mendukung langkah pemerintah mewujudkan Net Zero Emissions atau emisi nol karbon.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, untuk mengatasi perubahan iklim, transisi energi ke energi terbarukan (EBT) akan tetap berjalan sesuai instruksi presiden. Namun harus konsisten dengan prinsip ketahanan energi, aksesibilitas dan keterjangkauan.
“Dari perspektif tersebut, Pertamina akan terus berupaya untuk menyeimbangkan antara agenda perubahan iklim dan ketahanan energi di Indonesia dengan keberlanjutan perusahaan,” ujarnya pada Pertemuan Puncak (KTT) Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Glasgow , Skotlandia, Selasa (11/12). 2/2). 11).
Di sektor energi, pemerintah berambisi menurunkan emisi sebesar 314 juta ton setara CO2 (CO2e) pada 2030. Dari jumlah tersebut, 183 juta ton atau lebih dari 50% menjadi target sektor EBT. Target-target tersebut dituangkan dalam peta jalan transisi energi Indonesia yang disebut Strategi Besar Energi Nasional.
Roadmap menyebutkan dengan kondisi bauran energi saat ini masih sekitar 9%, pada tahun 2050 akan meningkat menjadi 31%. Sektor energi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, lihat kotak data berikut:
Oleh karena itu, untuk dapat memberikan hasil yang signifikan dalam mitigasi perubahan iklim, dengan model bisnis saat ini, sektor migas secara global harus menurunkan emisi setidaknya 3,5 miliar ton CO2e per tahun pada tahun 2050.
Padahal, jika kebutuhan energi migas tetap normal, maka sektor migas dapat mengurangi sebagian besar emisinya, dengan biaya lebih rendah dari rata-rata US$ 50 per ton CO2e.
Hal ini dapat dilakukan melalui intervensi dalam kegiatan yang paling hemat biaya. Menurut Nicke, perubahan dan penyesuaian proses bisnis akan membantu perusahaan mengurangi konsumsi energi dan mendukung pengurangan emisi.
Selain itu, Pertamina juga memiliki beberapa program yaitu Program Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) yang sebagian besar ditujukan untuk dekarbonisasi. Pada tahun 2020, Pertamina berkontribusi menurunkan emisi sebesar 27,08% dibandingkan target nasional sebesar 26%.
Pencapaian penurunan emisi antara lain diperoleh dari penggunaan gas flaring di sektor hulu dan pengolahan, baik untuk BBM pemakaian sendiri maupun untuk pasokan gas ke pelanggan.
Pemanfaatan limbah panas di hulu dan kilang serta inisiatif efisiensi energi di panas bumi dan aktivitas lainnya. Gasifikasi bahan bakar hulu juga memberikan kontribusi, serta kegiatan lain seperti komersialisasi emisi CO2 ke pelanggan hulu, dan optimalisasi proses lain dalam kegiatan panas bumi.
Melalui delapan program inisiatif yang telah dijalankan, Pertamina kini memiliki kapasitas panas bumi terbesar di Indonesia, menurut Nicke. Bahkan, sedang dalam proses menjadi perusahaan panas bumi nasional dan perusahaan panas bumi terbesar kedua di dunia yang akan berkembang dalam lima tahun ke depan.
Pertamina juga akan mengembangkan green hydrogen di area Geothermal dengan pilot project di WK Ulubelu untuk menjadi sumber bioenergi di Kilang Plaju, serta berpartisipasi dalam ekosistem baterai EV bersama PLN dan MIND ID dengan memanfaatkan nikel yang melimpah. bahan baku. .
Pertamina juga sangat berambisi untuk mengembangkan gasifikasi dengan kilang Methanol yang diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2025. Selain itu, yang tak kalah penting, Pertamina baru saja menandatangani perjanjian dengan perusahaan energi global untuk mengembangkan Carbon Capture & Utilization and Storage ( CCUS).
“Pertamina juga memiliki inisiatif yang sangat detail terkait program SDGs. Ini target yang sangat ambisius,” ujar Nicke. Simak capaian pengurangan emisi karbon di sektor energi pada kotak data berikut ini: