Pengembangan energi panas bumi atau geothermal disebut sebagai salah satu pintu transisi energi. Selain menghasilkan listrik bersih, energi panas bumi dapat digunakan untuk menghasilkan produk hilir seperti hidrogen hijau.
Senior Vice President Technology Research & Innovation Pertamina, Oki Muraza mengatakan, geothermal merupakan salah satu dari delapan pilar transisi energi dalam lingkup internal Pertamina group, bahkan merupakan bagian terpenting dan pilar terkuat.
“Setelah kita ada panas bumi, kita juga ada listrik hijau dan kemudian dari listrik hijau itu kita bisa bicara tentang ekosistem kendaraan listrik,” ujar Oki dalam agenda Paviliun Indonesia di COP27 bertajuk Mencapai Net Zero Goals Through Eco-Friendly Geothermal Renewable Operasi Energi. pada Selasa (8/11).
Oki menambahkan, prasyarat pembentukan ekosistem kendaraan listrik pada dasarnya adalah penyediaan sumber listrik yang bersih. Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) juga dapat menjadi modal untuk memasuki pasar perdagangan karbon dengan menjual kredit karbon kepada pelaku industri yang menghasilkan emisi berlebih.
“Ada listrik hijau dan setelah kami mendapatkan kredit panas bumi, kami juga terbuka untuk ekonomi karbon di mana kami dapat berdagang dan memasarkan kredit karbon,” kata Oki.
Melihat potensi sumber daya energi panas bumi tanah air yang mencapai 24 gigawatt (GW), Pertamina melalui Pertamina Energi Baru & Terbarukan (Pertamina EBT) akan terus aktif melakukan eksplorasi, pengeboran, hingga tahap produksi. “Selama ini kita baru memanfaatkan kurang dari 10% dari potensi yang kita miliki,” kata Oki.
Dalam paparannya, Oki mengatakan Pertamina EBT sudah memiliki kapasitas terpasang sebesar 672 mega watt (MW) listrik bersih yang dihasilkan dari PLTP. Angka ini kemungkinan akan terus bertambah karena masih ada 1.205 MW kapasitas terpasang yang masih menunggu kontrak kerjasama operasi.
Kapasitas terpasang energi panas bumi tersebar di seluruh wilayah di Indonesia yang meliputi PLTP Sibayak berkapasitas 12 MW, PLTP Lumut Balai 55 MW dan PLTP Ulubelu 220 MW. Selain itu, ada PLTP Kemojang berkapasitas 235 MW, PLTP Karaha berkapasitas 30 MW dan PLTP Lahendong berkapasitas 120 MW.
Sebelumnya diberitakan, Pertamina sedang menjajaki pembentukan konsorsium dengan beberapa perusahaan asing untuk pengembangan green hydrogen dan green ammonia yang diperoleh dari sumber wilayah kerja panas bumi (WKP) di wilayah Sumatera.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina Power Indonesia (PPI), Fadli Rahman, mengatakan perseroan sedang menjajaki kerja sama dengan perusahaan migas asal Amerika Serikat, Chevron dan perusahaan energi asal Singapura, Keppel Corporation.
“Pertamina sudah memulai pembahasan sejak akhir tahun lalu, jadi tahun ini kita sudah mulai konkrit untuk kajiannya,” ujar Fadli saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (8/11).
Selain itu, Pertamina juga sepakat untuk melakukan studi bersama pengembangan hidrogen hijau dan hidrogen biru dengan Krakatau Steel dan IGNIS Energy Holdings.
Komitmen Pertamina untuk mengembangkan hidrogen dan amoniak diperkuat melalui penandatanganan joint study dengan IGNIS Energy Holdings dan Sembcorp Energy Indonesia untuk produksi hidrogen.
Selain itu, Pertamina sebelumnya telah menyepakati perjanjian studi bersama untuk pengembangan green hydrogen dan green ammonia dengan Tokyo Electric Power Company (TEPCO). Mitsubishi Corporation juga disebut telah bekerja sama dengan Pertamina dalam pengembangan hidrogen dan amonia.
“Secara keseluruhan ada kerjasama dengan lima perusahaan, sebentar lagi akan masuk tahap feasibility study dengan Chevron dan Keppel,” ujar Fadli.