PT Pertamina (Persero) mengajukan tambahan insentif sebesar Rp110 per liter untuk penerapan wajib biodiesel B35 yang sudah berjalan sejak Februari 2023.
Insentif tambahan ini untuk mengurangi beban pembangunan infrastruktur tambahan seperti penyediaan tempat penyimpanan hingga pipa distribusi. Selain itu, pemberian insentif juga dimaksudkan untuk menutup biaya pencampuran atau blending refining.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, infrastruktur kilang Pertamina hanya mampu mengolah campuran biodiesel maksimal 30% dari fatty acid methyl ester atau FAME palm oil menjadi komposisi bahan bakar solar. Di sisi lain, B35 berimplikasi pada peningkatan FAME sebesar 1,4 juta kiloliter (kl).
“Kalau ditambah B35 dan B40, tentu kita perlu tambahan storage, kemudian pipanya juga diperbesar. Artinya kita harus membangun infrastruktur tambahan,” ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Selasa ( 7/7). 2).
Nicke menambahkan, selama ini Pertamina belum mendapatkan insentif dari implementasi biodiesel, terutama dalam implementasi program B30 dan B35. Insentif dalam program biodiesel hanya diterima oleh pengusaha FAME ketika ada selisih harga antara harga FAME dan solar.
Selisih harga dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). “Pertamina beli FAME dengan harga maksimal solar. Kami butuh insentif baru karena dari yang sudah ada belum dapat apa-apa,” kata Nicke.
Program wajib B35 mulai diterapkan secara bertahap sejak awal tahun ini. Tahap pertama telah dilakukan sejak Februari di empat wilayah operasi Pertamina.
Empat wilayah tersebut adalah wilayah I Sumatera Utara, wilayah II Sumatera Selatan, wilayah VIII Maluku, Maluku Utara, Papua, dan sebagian wilayah V Bali dan Nusa Tenggara.
Selanjutnya periode atau pemekaran kedua akan dimulai pada bulan Agustus di wilayah III Jawa Barat, wilayah IV Jawa Tengah, wilayah VII Sulawesi Selatan dan sebagian wilayah V Jawa Timur dan Madura. Kesenjangan enam bulan dimaksudkan untuk melakukan penyesuaian infrastruktur.