Perhimpunan Pemasang PLTS Atap Indonesia atau Perplatsi menolak rencana Kementerian ESDM merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021. Mereka menilai kajian regulasi pemasangan PLTS atap justru dapat memperlambat pertumbuhan pemasangan PLTS atap dalam negeri, khususnya untuk sektor instalasi rumah tangga. .
Ketua Umum Perplatsi, I Gusti Ngurah Erlangga mengatakan, peninjauan aturan tersebut akan mempersulit proses pemasangan PLTS rooftop skala rumah tangga. Hal ini dapat berimplikasi pada peningkatan harga investasi di luar kemauan pelanggan untuk membayar.
Menurut Erlangga, aturan yang direvisi itu akan berdampak pada penghapusan net metering dan sistem kuota. Hal ini dapat mengakibatkan pemasangan PLTS atap skala kecil menjadi tidak layak secara ekonomi.
“Hal ini akan mempengaruhi laju pertumbuhan PLTS rooftop di Indonesia. Kami sangat prihatin Kementerian ESDM terlalu banyak mengakomodir kepentingan PLN dalam rencana revisi Permen ESDM 26,” kata Erlangga dalam siaran persnya, Selasa (14). /2).
Situasi ini juga dapat mengganggu rencana pemerintah yang menargetkan pembangunan PLTS 3,61 giga watt (GW) pada tahun 2025. Berdasarkan capaian hingga November 2022, jumlah pelanggan PLTS rooftop telah mencapai 6.461 pelanggan dengan total kapasitas 77,60 MWp.
Kenaikan rata-rata per bulan sebesar 2,4 MW dan 138 pelanggan sepanjang tahun 2022. Mayoritas pelanggan berasal dari kategori rumah tangga dengan total 4.772 pelanggan. Namun total kapasitas tertinggi masih berasal dari pelanggan industri yaitu sebesar 33,2 MWp.
Erlangga juga menyayangkan tidak dicantumkannya materi net metering dalam rencana revisi aturan tersebut. Menurut dia, pemerintah bisa mengakomodir kepentingan itu dengan menurunkan nilai ekspor, bukan menghilangkan sama sekali jika porsi net metering PLN dikaitkan dengan nilai ekspor sebesar 100%.
Perplatsi juga menegaskan adanya sistem kuota sebagai celah bagi PLN untuk mengendalikan pertumbuhan PLTS atap. Sistem kuota dalam rancangan peraturan revisi saat ini akan menciptakan iklim persaingan yang tidak sehat antara anak perusahaan PLN yang masuk ke bisnis energi surya atap dan pengembang swasta.
Selain itu, menurutnya, rencana revisi Permen ESDM nomor 26 tahun 2021 bisa berdampak pada nasib ribuan pekerja di perusahaan instalasi PLTS yang terancam PHK karena minat pelanggan listrik rumah tangga untuk memasang PLTS rooftop semakin berkurang. Sejak pelarangan instalasi surya atap tahun lalu, bisnis instalasi surya atap skala kecil telah terpangkas hingga 80%.
Situasi seperti itu berdampak negatif berupa hilangnya persediaan perangkat PLTS atap yang tidak terjual. “Pemasang PLTS atap skala kecil dirugikan dengan peninjauan ini,” kata Erlangga.
Oleh karena itu, Perplatsi mengimbau pemerintah mengkaji ulang rencana revisi Permen ESDM nomor 26 Tahun 2021 dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial ekonomi bagi pelaku usaha dan nasib para pemasang PLTS atap.