Pemerintah menargetkan Indonesia mulai memproduksi baterai lithium untuk kendaraan listrik di dalam negeri pada kuartal II 2024. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, target awal produksi baterai lithium adalah 3 juta unit.
Pabrik baterai akan dibangun di Kawasan Industri Hijau, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. “Untuk baterai lithium, kami harapkan bisa produksi pada kuartal II 2024,” kata Luhut di Jalan Acara Khas to G20 bersama Himpuni, Selasa (25/10).
Dengan modal tersebut, Luhut optimistis Indonesia mampu menjadi produsen baterai kendaraan listrik terbesar kedua di dunia setelah China. “Jika semuanya berjalan sesuai rencana, kita bisa menjadi negara penghasil baterai kedua di dunia pada 2028,” imbuhnya.
Selain itu, Luhut juga mengatakan pemerintah telah meminta pabrikan otomotif asal Korea Selatan, Hyundai, untuk memproduksi 12 ribu unit mobil listrik tahun depan. “Kami juga mendorong Hyundai memproduksi 12.000 mobil di sini tahun depan, jauh lebih banyak dari yang kami butuhkan,” kata Luhut.
Untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik di masyarakat, Luhut mengatakan pemerintah akan memberikan subsidi dan insentif pembiayaan untuk penyediaan kendaraan listrik dan pembangunan infrastruktur pengisian baterai atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Selain berlaku untuk kendaraan pribadi, subsidi juga berlaku untuk kendaraan angkutan umum. Subsidi untuk kendaraan listrik dan angkutan umum agar kita bisa mandiri di EBT, kata Luhut
Insentif yang diberikan pemerintah diharapkan dapat mendorong elektrifikasi di sektor transportasi yang merupakan salah satu penghasil emisi terbesar menyusul penggunaan energi fosil dalam bentuk BBM.
Konsumsi BBM yang terus menerus dalam skala besar juga dirasakan di antara beban negara akibat subsidi yang besar. “Sektor transportasi salah satu penghasil emisi terbesar dan solusinya adalah elektrifikasi,” kata Luhut
Sektor transportasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca atau GRK terbesar kedua di Indonesia dengan 157 juta ton CO2 per tahun. Angka tersebut berada tepat di bawah sektor Industri dengan kontribusi GRK sebesar 215 juta ton CO2 per tahun.