Pemerintah menargetkan pendistribusian bahan bakar bioetanol (BBN) sebagai campuran bahan bakar jenis bensin akan dilaksanakan pada pertengahan tahun ini. Pendistribusian perdana akan dilakukan di SPBU khusus di Surabaya.
Pemilihan Kota Pahlawan dilatarbelakangi oleh lokasinya yang dekat dengan produsen bahan baku bioetanol di Mojokerto dan Kabupaten Malang. Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan, pendistribusian bioetanol memerlukan proses logistik yang lebih kompleks dibandingkan dengan bahan bakar minyak atau BBM.
Sifat bioetanol yang mudah rusak karena terbuat dari bahan nabati mengharuskan distribusinya dekat dan terjangkau dari lokasi pabrik. “BBM ini tidak boleh terlalu jauh dari SPBU atau lokasi pengisian karena bisa membusuk,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR, Senin (13/2).
Erick menargetkan akan menguji kebijakan intervensi BBM ini pada semester pertama tahun ini. “Uji coba di Surabaya sekitar 3 atau 4 bulan lagi,” kata Erick.
Produksi bioetanol dalam negeri berasal dari tiga tanaman. Di antaranya dua pabrik di wilayah Jawa Timur, yakni PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto berkapasitas 30.000 kilo liter (kl), PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang berkapasitas 10.000 cl, dan PT Madu Baru di Bantul berkapasitas 3.600 cl. . Kabupaten, Yogyakarta.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyiapkan implementasi bahan bakar bioetanol (BBN) dengan komposisi campuran 5% dan campuran bensin 95% atau E5 yang akan diterapkan di wilayah Surabaya, Jawa Timur.
Pemerintah sebelumnya berencana mengajukan E5 untuk BBM Pertalite, namun program tersebut ditunda karena perubahan status Pertalite menjadi Bahan Bakar Tugas Khusus (JBKP) atau BBM bersubsidi.
“Dengan kapasitas tersebut, rencana E5 akan dilaksanakan di wilayah Surabaya dan sekitarnya dan saat ini masih digodok dan ditegaskan kembali kesiapan pelaksanaannya,” ujar Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana di pesan singkatnya, Selasa (10/1).