Pemerintah Indonesia telah menerbitkan roadmap untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Dalam roadmap tersebut, sektor energi merupakan salah satu instrumen utama yang digerakkan untuk mencapai target NZE.
Salah satu energi baru terbarukan (EBT) yang dapat diandalkan adalah panas bumi. Sebab, panas bumi memiliki keistimewaan yang ramah lingkungan. Tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga dalam aspek konsumsi.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), emisi dari energi panas bumi hanya seperlima dari emisi pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara. Selain itu, hanya sepersepuluh dari emisi generator bahan bakar diesel.
Pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber listrik juga berpotensi menghemat konsumsi bahan bakar fosil sebesar 88.752 barel per hari.
Melihat manfaatnya yang besar, pengembangan panas bumi di tanah air akan memperkuat upaya pemerintah mewujudkan NZE. Selain itu, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, potensi panas bumi Indonesia tercatat sebesar 29.544 megawatt (MW).
Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil panas bumi terbesar di dunia yang berpotensi tersebar di wilayah ring of fire Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.
Pemerintah sendiri terus mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Hingga tahun 2030, kapasitas terpasang PLTP ditargetkan sebesar 3.355 MW. Sedangkan menurut Think Geoenergy, kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia pada 2022 sebesar 2.356 MW.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai kapasitas terpasang geothermal terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Upaya eksplorasi akan dilakukan untuk menyediakan sumber energi panas bumi. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada tahun 2025 pemerintah menargetkan eksplorasi panas bumi di sembilan wilayah pengembangan potensial sebesar 295 MW.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan sektor panas bumi menjadi strategi utama pemerintah untuk mencapai target NZE. Pemanfaatan dilakukan untuk sektor ketenagalistrikan.
“Geothermal sebagai salah satu energi baru terbarukan, energinya bersih dan stabil, kapasitas suplainya bertahan puluhan tahun, sehingga sangat cocok digunakan sebagai suplai listrik utama,” ujar Dadan.
Pemerintah juga telah menyiapkan beberapa strategi percepatan pengembangan panas bumi, antara lain menetapkan skema insentif atau penetapan tarif yang mempertimbangkan keekonomian proyek PLTP, optimalisasi sumber daya panas bumi di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang sudah berproduksi, hingga kajian dan pengetahuan bersama. berbagi antar pemangku kepentingan. .
Komitmen PGE untuk Mewujudkan NZE
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pasokan panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berkomitmen mewujudkan target NZE dengan melakukan berbagai langkah. Dalam lima tahun ke depan, perseroan menargetkan peningkatan kapasitas terpasang sebesar 600 MW.
Melansir situs PGE, saat ini perseroan mengelola 13 wilayah kerja panas bumi dengan kapasitas terpasang 1.877 MW yang terdiri dari 672 MW yang dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW yang dikelola berdasarkan skenario Kontrak Operasi Bersama. Jumlah ini mewakili 82 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Tanah Air.
PGE menargetkan untuk meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung oleh PGE menjadi 1.272 MW pada tahun 2027 dan 1.540 MW pada tahun 2030.
“Artinya pada tahun 2030, PGE berpotensi berkontribusi terhadap potensi pengurangan emisi karbon sebesar 9 juta ton per tahun dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan penghasil panas bumi di dunia,” kata Direktur Utama PGE Ahmad Yuniarto.
Upaya berkelanjutan PGE untuk pengembangan bisnis adalah melakukan initial public offering (IPO). Dalam prospektusnya, perseroan mengalokasikan 85% dana hasil IPO untuk pengembangan bisnis hingga 2025, termasuk panas bumi.