Indonesia membutuhkan dana hingga ribuan triliun rupiah untuk mengejar target emisi nol karbon atau net zero emission pada 2060, termasuk dari negara maju. Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan menegaskan, negara maju tidak perlu mengajari Indonesia langkah-langkah yang perlu dilakukan Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan menangani isu perubahan iklim.
“Saya selalu mengatakan bahwa kita sangat peduli dan tidak perlu diajari tentang perubahan lingkungan. Kita punya tanggung jawab kepada generasi penerus. Pesan ini sudah berkali-kali saya sampaikan di mana-mana,” kata Luhut dalam Konferensi Pers Clean Zero Summit di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/11).
Ia menjelaskan, Indonesia sebenarnya menghasilkan emisi karbon rata-rata yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Emisi karbon rata-rata Indonesia adalah 2,3 ton per kapita per tahun, jauh lebih rendah dari Amerika Serikat 14,7 ton per kapita per tahun. Rata-rata emisi karbon yang dihasilkan Indonesia lebih rendah dari rata-rata dunia yang mencapai 4,5 ton per kapita.
Luhut juga menggunakan data emisi karbon yang dihasilkan sebagai bahan negosiasi dengan negara maju untuk membantu Indonesia dalam upaya transisi energinya. Upaya Indonesia untuk mengurangi emisi karbon akan membantu dunia.
“Saya katakan kepada Sekretaris Yellen (Menteri Keuangan Amerika Serikat), tidak adil jika Anda harus menguranginya bersama-sama saat ini karena posisi emisi karbon yang berbeda. dilakukan secara adil,” kata Luhut dalam pembukaan Indonesia Net Zero Summit 2022 di Bali, Jumat (11/11).
Ia membuka kemungkinan Amerika Serikat menjadi salah satu donor Indonesia untuk membantu proses transisi energi. Menurutnya, hal ini akan diumumkan secara definitif setelah pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Presiden AS Joe Biden.
Namun, menurut dia, ada beberapa syarat yang ditekankan Indonesia untuk bekerja sama dengan donor guna mengurangi emisi karbon. Salah satunya, tidak mengganggu pemulihan ekonomi.
“Teknologi energi yang digunakan juga harus terjangkau dan jika ingin memberikan pinjaman harus dengan bunga yang sebanding dengan negara maju,” ujarnya.
Sebelumnya Luhut juga menyatakan bahwa Indonesia bekerja sama dengan International Partners Group (IPG) untuk program pembiayaan kemitraan transisi energi yang adil melalui mekanisme Just Energy Transition Partnership (JETP). JETP adalah inisiatif negara kaya untuk mengurangi emisi karbon.
Ia mengatakan, kerjasama ini akan diumumkan secara resmi pada KTT G20 di Bali pada 15 November mendatang. “Rencananya akan kami umumkan joint statement JETP dalam Presidensi G20 dengan negara-negara di Bali pada 15 November 2022,” kata Luhut saat menjadi pembicara pada diskusi Energy Transition on Achieving Net Zero Emissions A High Call for Urgency di COP27 Mesir, dikutip Kamis (10/11).
Luhut menjelaskan, kerja sama di bidang pembiayaan ini kemudian dapat digunakan sebagai cara untuk mengakhiri pembangkit listrik tenaga batu bara sehingga dapat mengurangi penyebaran emisi gas rumah kaca yang signifikan di tanah air.
Skema pembiayaan transisi energi seperti JETP merupakan salah satu alat utama untuk mendukung transisi energi Indonesia. Indonesia membutuhkan investasi US$ 25-30 miliar atau setara Rp 442 triliun pada 2030 untuk mempercepat transisi energi.