Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves), Luhut Binsar Pandjaitan, menargetkan penurunan emisi karbon di Indonesia lebih dari 29% pada 2030 untuk memenuhi komitmen Net Zero Emissions.
Dalam menunjukkan komitmen Indonesia, Luhut memaparkan strategi industri hijau negara dengan melakukan transisi di berbagai sektor, baik energi, industri, transportasi, hingga pertanian.
Luhut juga mengatakan Indonesia saat ini sedang mengubah ekonominya agar tidak lagi bergantung pada ekspor komoditas mentah seperti bijih nikel.
“Kami ingin melihat sesuatu terjadi di Indonesia. Kami ingin melihat nilai tambah di Indonesia, dan kami ingin orang menikmati bahan baku yang kami miliki di sini. Kita tidak akan seperti 10-15 tahun yang lalu dimana kita hanya menggali dan langsung mengekspor, itu tidak akan terjadi lagi,” kata Luhut saat menjadi pembicara dalam forum KTT B20, di Bali, Minggu (13/11).
Selain itu, Luhut juga mengatakan Indonesia sedang mengubah komoditas ekspornya. Alih-alih sebelumnya bergantung pada ekspor bijih nikel mentah, kini mereka mulai beralih ke ekspor besi dan baja.
Untuk tahun 2022, Indonesia memproyeksikan ekspor besi dan baja senilai US$ 27,8 miliar atau sekitar Rp 430 triliun di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, Indonesia telah merealisasikan sekitar US$ 20,9 miliar atau sekitar Rp 323 triliun.
Ke depan, dengan pasokan nikel yang melimpah, Luhut yakin Indonesia bisa mengekspor produk baterai lithium dan kendaraan listrik (EV). “Sekarang kita bicara teknologi China yang sedang kita bangun di Morowali, Sulawesi Tengah, untuk produksi bijih nikel yang diolah menjadi baterai lithium ion,” lanjut Luhut.
Untuk itu, Luhut mengatakan pemerintah akan meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal di sekitar kawasan industri Morowali, dengan mendirikan beberapa politeknik dan sekolah menengah kejuruan.
“Dalam 10-20 tahun kita bisa melihat perbedaannya. Kami tidak hanya akan melayani negara maju, setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia didasarkan pada kepentingan generasi mendatang,” pungkas Luhut.
Sebelumnya, Luhut juga mengungkapkan bagaimana Indonesia bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait pengurangan emisi karbon, sehingga bisa diterapkan tanpa mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.
Setiap negara anggota G20 telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon guna mengurangi risiko perubahan iklim.
Rincian komitmen dan target penurunan emisi mereka tertuang dalam dokumen Nationally Recognized Contribution (NDC) yang disusun masing-masing negara.
Perundingan itu dilakukan saat Luhut bertemu dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Janet Yellen, di Washington, AS, September lalu.
Menurut Luhut, emisi Indonesia hanya mencapai 2,3 ton per kapita, sedangkan Amerika Serikat tercatat 14,7 ton per kapita. Ambang batas emisi karbon adalah 4,5 ton per kapita.
Meski begitu, Yellen meminta Indonesia untuk lebih mengurangi emisi karbonnya.
“Saya bilang ke Sekda Yellen, menurut saya itu tidak adil dan harus dilakukan secara adil. Dia bilang masuk akal,” kata Luhut dalam pembukaan Indonesia 2022 Net Zero Summit di Bali, Jumat (11/11).