Presiden Joko Widodo akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim (COP26). Jokowi menyatakan bahwa Indonesia tidak menginginkan retorika tentang komitmen perubahan iklim.
Indonesia akan konsisten dalam isu perubahan iklim. “Kami tidak ingin terlibat dalam retorika yang pada akhirnya tidak bisa kami terapkan,” kata Jokowi dalam tayangan video, Jumat (29/10).
Dalam isu perubahan iklim, Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan salah satu pemilik hutan tropis dan hutan mangrove terluas di dunia.
Untuk itu, sudah menjadi komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi. Isu perubahan iklim akan terus ditempatkan dalam kerangka pencapaian target Sustainable Development Goals (SDG). “Sehingga hasilnya bisa berkelanjutan,” ujarnya.
Jokowi akan menghadiri KTT Perubahan Iklim COP26 pada 1-2 November. KTT akan diadakan di Glasgow, Skotlandia dan diketuai langsung oleh Perdana Menteri Boris Johnson.
Dalam pertemuan itu, 120 kepala negara dan pemerintahan akan hadir.
“Beberapa hari lalu PM Boris menelepon saya untuk membahas persiapan COP26,” kata mantan Wali Kota Solo itu. Kepala Negara juga berencana mengunjungi paviliun Indonesia. Di paviliun tersebut, Indonesia akan memamerkan pencapaian dan peluang kerjasama dalam menghadapi perubahan iklim.
Selanjutnya, Jokowi akan menggelar beberapa pertemuan bilateral di COP26. Nantinya, dia juga akan mengadakan pertemuan bisnis dengan para pemimpin bisnis dari Inggris.
“Pemimpin dari dunia bisnis Inggris berencana untuk berinvestasi di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dewanti mengatakan, Indonesia memiliki empat misi utama pada ajang COP26.
Pertama, implementasi Nationally Defined Contribution (NDC). Kedua, pemenuhan atau penyelesaian Paris Rule Book. Ketiga, pernyataan komitmen jangka panjang untuk tahun 2050, dan keempat, menuju nol emisi.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang dalam proses finalisasi penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon. Rancangan tersebut akan mengatur seluruh mekanisme nilai ekonomi karbon yang mencakup perdagangan karbon, penggantian kerugian karbon, pembayaran berbasis kinerja, dan pungutan karbon.
“Seluruh cakupan nilai ekonomi karbon ditujukan untuk mendukung upaya pencapaian target NDC,” ujarnya.