Kementerian ESDM memperkirakan potensi penurunan pendapatan PLN mencapai hingga 2,1% per tahun jika pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap mencapai target pemasangan 3,61 giga watt (GW) pada 2025.
Sebagai gambaran, pada 2022 PLN akan membukukan pendapatan Rp 455 triliun. Artinya, jika pemerintah berhasil mencapai target pemasangan PLTS rooftop 3,61 GW pada 2025, maka PLN akan kehilangan pendapatan Rp 9,5 triliun per tahun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, hal itu disebabkan oleh pergeseran konsumsi listrik pelanggan yang sebagian diisi oleh listrik dari PLTS atap, bukan dari kebutuhan listrik yang semula dipasok oleh PLN.
“Gambarannya dari pengurangan konsumsi listrik PLN oleh pelanggan PLTS atap dikalikan tarif listrik per kWh dalam 1 tahun,” kata Dadan melalui pesan singkat, Selasa (21/3).
Pemerintah akan mengatur aturan pemasangan PLTS di atas atap melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap Tersambung Pada Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) Jaringan Ketenagalistrikan.
Regulasi tersebut saat ini sedang dikaji menyusul adanya keluhan dari pelaku usaha PV atap yang mengeluhkan pembatasan kapasitas terpasang pembangkit listrik PV atap maksimal 15% dari total kapasitas listrik terpasang pelanggan rumah tangga dan industri oleh PLN.
“Proses review saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan stakeholder terkait yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan PLN,” ujar Dadan.
Dadan mengatakan, topik penting pembahasan antara ESDM dan PLN adalah rencana penerapan sistem kuota dalam pembangunan PLTS atap. Mekanisme ini memungkinkan pengguna bebas dari batasan kapasitas instalasi per pelanggan.
Penghapusan batas kapasitas ini bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada konsumen untuk memasang PLTS rooftop. Melalui regulasi terbaru ini, pengguna dibebaskan dari batasan kapasitas instalasi per pelanggan dari PLN.
Penghapusan batas kapasitas ini bertujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada konsumen untuk memasang PLTS rooftop. Pengguna dapat memasang PLTS rooftop tanpa ada batasan kapasitas selama pengguna tidak melakukan ekspor listrik ke jaringan PLN dan kuota yang diberikan masih tersedia.
Alhasil, meski batas kapasitas instalasi listrik PLTS sudah dihapus, konsumen akan diberikan kuota maksimal berupa batas kapasitas per pelanggan. Melalui mekanisme kuota, pengguna PLTS atap tidak bisa mengekspor atau menjual listrik ke PLN.
Konsep kuota dibagi menjadi tiga level berupa sistem, sub sistem dan kuota level cluster dalam megawatt (MW). Besaran kuota akan ditentukan oleh Kementerian ESDM untuk dilaksanakan oleh PLN sebagai badan usaha.
Alokasi kuota PLTS Atap akan disalurkan secara paralel. Misalnya, Kementerian ESDM akan menetapkan kuota untuk sistem Jawa-Bali (Jamali). Kuota terpusat akan diluncurkan dan dikoordinasikan dengan subsistem Cirebon untuk kemudian didistribusikan ke setiap klaster kuota dalam bentuk gardu induk.
Besaran kuota yang ditetapkan untuk setiap level dapat dipantau melalui website resmi PLN yang akan menjadi pedoman pelaksanaan program PLTS Atap. Calon pengguna atap PLTS wajib mengajukan permohonan pemasangan ke PLN.
PLN sebagai satu-satunya otoritas ketenagalistrikan nasional akan mengevaluasi sisa kuota di level terkecil, yaitu level cluster atau gardu induk. Selama kuota di tingkat gardu induk masih tersedia, permohonan pemasangan PLTS atap dapat diproses lebih lanjut.