Pemerintah menunjuk tiga perusahaan energi nasional sebagai promotor transisi energi dalam pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT). Ketiga perusahaan tersebut adalah PLN, Pertamina dan Star Energy Geothermal.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan proyek transisi energi akan lebih optimal jika ketiga perusahaan energi nasional bersatu dan bersama-sama melaksanakan pengembangan proyek pembangkit listrik EBT.
“Saya ingin menggabungkan ini menjadi satu kesatuan, kenapa pemerintah berbeda perusahaan, saya ingin seperti PGE (Pertamina Geothermal Energy) sehingga mereka memiliki akses pembiayaan melalui go public,” kata Erick saat berbicara di Jalan Acara Khas kepada G20 dengan Himpuni pada Selasa (25/10).
Melalui rencana penghentian atau pentahapan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara, pemerintah harus menanggung konsekuensi menyediakan pembangkit pengganti yang berasal dari energi bersih.
“Dengan penutupan PLTU 15 gigawatt (GW) secara perlahan, kita juga perlu melihat pembangkitan dari sumber lain,” kata Erick.
Dalam paparannya, Erick mengatakan panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang paling potensial untuk dikembangkan. Dari potensi 24 GW, Indonesia baru memanfaatkan sekitar 2,1 GW.
Selain itu, pemerintah juga telah melakukan kajian di beberapa pulau yang dinilai mampu membangun pembangkit listrik tenaga angin (PLTB). Dari hasil kajian, pemerintah baru menemukan lokasi potensial yang berada di Provinsi Banten dan Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Tidak semua pulau bisa dibangun PLTB, untungnya hanya Banten dan Sumba yang masing-masing 1,6 GW,” katanya. Di sisi lain, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) masih terkendala masalah pembebasan lahan yang berpotensi memakan waktu lama.
Untuk mengatasinya, pemerintah akan memprioritaskan pengembangan panel surya terapung di beberapa waduk milik pemerintah. Salah satunya adalah pembangunan PLTS terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Selain digunakan sebagai media penempatan PLTS terapung, Waduk Cirata juga diarahkan sebagai salah satu pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang sedang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR.
“Soal pembebasan lahan dan pembebasan lahan sangat sulit, bisa memakan waktu 8 tahun untuk membebaskan lahan. Salah satu keberhasilannya adalah pembangunan panel surya terapung yang kemarin kami coba di Waduk Cirata,” kata Erick.
Pembangunan PLTS Terapung di Waduk Cirata dilakukan PLN melalui anak usahanya PLN Nusantara Power. PLTS yang saat ini sedang dibangun dan berkapasitas 145 MW ini disebut sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
Sindikat tiga bank internasional yakni Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale, dan Standard Chartered Bank telah membiayai pembangunan pembangkit listrik terapung terbesar di Asia Tenggara dengan nilai sekitar US$ 140 juta atau setara Rp 2,15 triliun.