Pusat Studi Ekonomi dan Hukum menyatakan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak sejalan dengan transisi energi di Indonesia. Padahal, Perppu Ciptaker dinilai mampu mencegah investasi energi baru terbarukan alias EBT.
Hal penting dalam Perppu ini tertuang dalam alinea kelima pasal 128A. Peraturan tersebut menyatakan bahwa kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara dikenakan biaya royalti nol persen.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira melihat aturan ini sebagai jalan keluar alias exit strategy bagi sektor batu bara dari ancaman penurunan harga batu bara. Oleh karena itu, operator batubara mulai beralih ke hilir batubara dan gasifikasi.
“Pemerintah juga memberikan insentif royalti hilir 0% dari Perppu Ciptaker. Ini bertentangan dengan komitmen transisi energi 2060,” kata Bhima dalam diskusi daring, Rabu (1/2).
Jika dicermati lebih jauh, Indonesia telah menegaskan komitmennya terkait transisi energi dan krisis iklim. Pertama, pemerintah melalui Kementerian ESDM dan PLN menargetkan nol emisi pada 2060. Kemudian, pada G20 tahun lalu, Indonesia memperoleh skema pembiayaan transisi energi yang disebut Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar. atau setara dengan Rp 314 triliun. Ini disebut sebagai investasi iklim terbesar untuk satu negara.
Meskipun demikian, laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2023 oleh IESR menemukan bahwa bauran energi terbarukan dari energi primer justru mengalami penurunan. Pada 2021, bauran EBT akan mencapai 11,5% dan turun menjadi 10,4% pada 2022. Pada periode yang sama, bauran batu bara akan meningkat dari 39% menjadi 43%.
Selain mengganggu komitmen transisi energi, Bhima juga menyebut Perppu ini menimbulkan ketidakpastian investasi di sektor EBT. Menurutnya, pemerintah tidak konsisten dengan target Net Zero Emission dan deklarasi pada G20 di Bali. Rencana penggantian energi dari batu bara ke EBT ternyata justru bisa sebaliknya: EBT digantikan oleh produk turunan batu bara.
“Bahkan ada mekanisme mensubsidi kendaraan bermotor yang energi utamanya berasal dari batu bara. Gasifikasi batu bara juga dilakukan dengan alasan lebih murah dari elpiji. Bagi yang ingin memasukkan dana ke JETP, tentu ini membingungkan,” ujar Bima.