Pemerintah akan mulai mencampur bensin dengan bioetanol pada pertengahan tahun ini. Dalam peta jalan percepatan implementasi bioetanol di Indonesia yang dicanangkan Kementerian ESDM, implementasinya dimulai dengan E5 atau bioetanol 5%.
Namun, keterbatasan bahan baku menjadi kendala bagi pemerintah dalam mengembangkan bioetanol. Selain itu, pemerintah berencana meluncurkan campuran bioetanol 10% atau E10 pada 2025, hingga E20 atau bioetanol 20%.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan, ketersediaan bahan baku saat ini hanya cukup untuk campuran 0,1% dari total konsumsi bensin nasional.
Direktur Bioenergi Ditjen Baru Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Edi Wibowo mengatakan, sejauh ini produksi bioetanol untuk bahan bakar kendaraan atau fuel grade di dalam negeri baru mencapai 40.000 kilo liter (KL).
Produksi tersebut berasal dari dua pabrik di Jawa Timur, yakni 30.000 KL dari PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto dan 10.000 KL dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang.
Edi menjelaskan, total produksi 40.000 KL bioetanol hanya cukup untuk digunakan sebagai bahan baku campuran bensin, yaitu 0,1% dari konsumsi bensin nasional yang mencapai rata-rata 40 juta KL per tahun.
“Konsumsi bensin negara kita rata-rata 40 juta KL per tahun, sehingga produksi bioetanol saat ini hanya 0,1% dari kapasitas negara. Mudah-mudahan kita ke E5 dulu, cukup karena ketersediaan bahan baku baru sebanyak itu,” ujarnya suatu ketika.
Memang saat ini pengujian dilakukan secara terbatas yaitu di Surabaya yang dianggap dekat dengan sumber bahan baku bioetanol di Mojokerto dan Malang. Namun, jika implementasinya akan dilakukan secara nasional, tentu masalah bahan baku perlu diprioritaskan.
Kendala lain terkait dengan logistik. Hal ini karena bioetanol memiliki sifat cepat terurai karena terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Sehingga lokasi pabrik bioetanol harus berdekatan dengan lokasi pendistribusian.
“BBM ini tidak boleh terlalu jauh dari SPBU atau lokasi pengisian karena bisa membusuk,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR, Senin (13/2).