Penerapan bahan bakar nabati (BBN) seperti biodiesel dan bioetanol dianggap sebagai langkah alternatif dalam proses transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik.
Executive Vice President Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing (TDEM), Pras Ganesh, mengatakan saat ini beberapa negara di Asia sedang giat mengembangkan bahan bakar campuran dari minyak sawit dan molase. Seperti India dan Thailand yang memproduksi bioetanol, dan biodiesel di Indonesia.
“ASEAN punya kekuatan untuk mendukung elektrifikasi, misalnya yang dilakukan India atau Thailand, mereka punya ethanol. Ini bisa menjadi sesuatu yang bisa dikembangkan menjadi kolaborasi dengan pabrikan motor hybrid,” ujarnya dalam acara Bloomberg CEO Forum bertajuk ‘EVs : Jalan Menuju Dekarbonisasi’ , Jumat (11/11).
Kendaraan hybrid adalah kendaraan yang menggunakan dua jenis teknologi yang dapat mendukung pergerakan kendaraan melalui dua jenis bahan bakar yang berbeda, yaitu bensin sebagai sumber tenaga utama dan baterai sebagai sumber tenaga sekunder. Kendaraan hybrid juga diklaim mampu mengurangi polusi yang dihasilkan hingga 90%.
Produksi biofuel diharapkan dapat menggantikan bensin sebagai bahan bakar utama sekaligus meningkatkan proporsi unsur nabati dalam campuran bioetanol dan biodiesel.
Sebagai salah satu produsen gula terbesar kedua di dunia setelah Brazil, India sejauh ini berhasil mengembangkan bioetanol dengan komposisi campuran 85% molasses dan 15% bensin atau E85. Thailand juga sedang mengembangkan bioetanol 12%. Sementara Indonesia sedang mengembangkan biodiesel B40 dengan menggunakan minyak sawit.
“Kita hampir bisa membuat kendaraan zero-emission tergantung bioethanol, di India ada energi alternatif E85 dan di Indonesia B40. Pasar seperti ini juga bisa terintegrasi. Dengan saling memanfaatkan kekuatan, kita bisa menciptakan jalur elektrifikasi yang tepat untuk masing-masing. negara, kata Ganesh.
Ganesh juga menjelaskan saat ini Toyota telah berhasil menjual 20 juta kendaraan listrik yang dilengkapi sumber listrik dari baterai lithium ion. Pembuat mobil Jepang itu menargetkan karbon nol bersih untuk semua aktivitas manufaktur pada tahun 2035.
“Kami telah berhasil menjual lebih dari 20 juta kendaraan listrik, yang sebagian besar adalah hibrida, tetapi memungkinkan kami untuk benar-benar meningkatkan teknologi baterai kami juga.