Pemerintah dinilai kurang ambisius mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025, khususnya untuk sektor energi surya.
Pada kinerja Kementerian ESDM tahun 2022, bauran EBT di energi primer hanya meningkat sebesar 0,1%. Sementara itu, bauran sektor pembangkit listrik hanya meningkat sebesar 0,45%. Ini jauh tertinggal jika dibandingkan dengan produksi batu bara yang meningkat 3% selama setahun terakhir.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan bauran energi terbarukan pada pembangkit listrik tercatat sebesar 14,5% dengan kapasitas terpasang 12.542 MW. Kapasitas terpasang ini melebihi target tahun 2022, namun masih jauh dari target minimal 24 GW pada tahun 2025.
“Ada kesalahan dan kurang berhasil dalam strategi pengembangan energi terbarukan. Sejak 2019, kapasitas pembangkit energi terbarukan hanya tumbuh 2 GW,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/2).
Menurut Fabby, pengembangan energi terbarukan tersandera oleh pembangunan PLTU yang berkelanjutan dalam program 35 GW. Dia mengatakan, pemanfaatan energi matahari secara besar-besaran harus menjadi langkah strategis pemerintah untuk mencapai target bauran energi terbarukan.
PLTS Atas Bumbung sudah menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak 2021 dengan target 3,6 GW hingga 2025. Namun, menurut Fabby, hal itu terhalang oleh penolakan PLN untuk mengimplementasikan Permen ESDM No. 26/2021. Dari target kapasitas terpasang energi surya sebesar 893 MW pada tahun 2022, baru tercapai 270 MW.
“Daripada semakin ambisius, pada 2023 pemerintah justru akan memangkas separuh target pengembangan energi surya dari 2022 menjadi 430 MW,” ujar Fabby.
Fabby mengatakan, pemerintah perlu mencari terobosan untuk mempercepat pembangunan PLTS atap. Ia bahkan meminta dukungan langsung dari Presiden Jokowi untuk memerintahkan PLN mempercepat pengembangan energi terbarukan.
Selain itu, Fabby juga meminta pemerintah mempercepat penerapan Perpres No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Hal ini terutama dengan menerbitkan peta jalan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara secara bertahap dan memberikan rencana investasi transisi energi.
Tambah Fabby Tumiwa, dari hasil kajian IESR, ada potensi PLTU berkapasitas 4,5 GW yang bisa dipensiunkan sebelum 2025. Itu belum termasuk tambahan 3 GW dari daftar proyek PLTU di RUPTL 2021-2030 itu. memiliki kemungkinan untuk dibatalkan.